Sabtu, 18 Mei 2013

Bertahan Hidup Menjadi Alien: Makan

Hari ini saya akan bercerita lagi tentang pengalaman saya menjadi alien di korea Agustus tahun lalu. Ketika saya posting tentang Korea, bisa dipastikan saya sedang malas atau memang sedang ingin bercerita. Karena sebenarnya postingan tentang Korea sudah saya buat sejak September 2012 dan tersimpan dalam draft dalam bentuk postingan puaaaanjang sekali. Jadi untuk alasan setoran 31 Hari Menulis dan agar tidak lelah membacanya, saya potong-potong menjadi beberapa bagian.
Untuk postingan kali ini saya bercerita tentang pengalaman saya bertahan hidup dengan dana yang mepet. Di luar tiket, saya memberanikan diri berangkat ke Korea dengan membawa uang 200.000 Won + 100 US Dollar + 255.000 Rupiah. Sekedar informasi, waktu itu kurs Rupiah-Won adalah Rp 9 = 1 Won, dan nominal terkecil mata uang Won adalah 50 Won. Dari uang sebanyak itu, 36.000 Won sudah pasti terpotong untuk biaya hostel 2 malam, seperti apa hostelnya? akan saya ceritakan dilain postingan hehehe. Itu berarti 164.000 Won harus bisa digunakan untuk berbagai macam hal selama 7 hari di Korea.
Meski kita alien, makan tetaplah menjadi kebutuhan pokok untuk bertahan hidup. Yang menjadi masalah adalah ditanah orang, makanannya pun berbeda. Apalagi kita sebagai alien muslim ada beberapa pantangan dalam makan. Mungkin bagi beberapa orang cara bertahan hidup saya ini kurang mantab karena definisi dan standar "makan" yang berbeda. Saya sendiri mendefinisikan makan sebagai kegiatan mengunyah dan atau menelan makanan berupa benda padat atau cair agar tidak lapar dan bisa beraktifitas. Jadi selama makanan itu bisa membuat rasa lapar hilang itu sudah saya anggap makan, tidak peduli nasi atau makanan berkarbohidrat lainnya.
Di Korea sendiri sebenarnya tidak sulit mencari orang yang menjual makanan, sejauh mata memandang (selama di kota) pasti minimal ada satu orang/toko yang menjual makanan. Harganya pun bervariasi tergantung tempat dan kualitas makanannya, mulai dari 500 Won hingga yang di atas 10.000 Won. Namun karena kita adalah alian yang sudah dikenai beberapa pantangan, maka beberapa makanan tidak bisa kita makan.
Beberapa jam setelah tiba di hostel saya hanya makan pop mie yang saya bawa dari rumah, jadi itu tidak termasuk pengeluaran saya di Korea. Untuk makan malamnya kami mencoba nasi goreng seafood yang dijual dipinggir jalan dekat hostel kami.
Penjual Nasi Goreng
Karena penjualnya tidak bisa bahasa inggris, kemudian dia memanggil temannya yang sedikit bisa bahasa inggris. Lalu kami diberi menu yang ada huruf romawi nya. Di menu itu tertulis nama makanannya dan dilengkapi dengan harga 1 porsi. Hargannya bervariasi mulai dari 3000 Won hingga 6000 Won.

Menu Tong Bab
Setelah berkonsultasi mengenai menunya, saya memutuskan untuk membeli Phat Thai Cup Rice seharga 3500 Won. Awalnya saya sempat ragu akan porsinya ketika melihat gambar, di gambar porsinya kelihatan kecil sekali begitu juga ketika nasi selesai dikemas. Mahal begitu pikir saya melihat ukuran cupnya.


Oke desain cup nya cukup kreatif tapi esensi dari makanan bagi saya bukan disitu, tapi baiklah kita coba. Begitu saya buka dan saya makan sesendok dua sendok dan seterusnya, harus diakui rasanya sangat enak dan sepertinya saya harus menarik ucapan saya yang meragukan porsinya. Meski bentuknya kecil tapi isinya begitu padat.
Dari Pengamatan saya di hari pertama, makanan di korea sebenarnya tidak mahal. Secara nominal mungkin 3000-5000 terlihat mahal,  tapi jika dilihat dari porsi dan rasanya sepertinya itu hitungannya murah bagi saya saya yang porsi makannya tidak terlalu banyak dan biasa jajan di Jogja. Makanan disana akan murah ketika itu sayuran atau makanan yang menggunakan babi, tapi ketika itu seafood dan daging sapi harganya akan lebih mahal secara signifikan.
Selain makan besar, saya juga pernah beli snack dalam kemasan ketika perjalanan menuju Busan. Waktu itu Bus kami sedang beristirahat disuatu rest area di jalan toll. Waktu istrirahat 15 menit kami manfaatklan untuk ke kamar kecil dan jalan-jalan sebentar.


Agustus 2012 disana sedang hit nya PSY dengan Gangnam Style nya. Hampir disemua tempat memutar video klipnya termasuk di sebuah lapak CD dan kaset pita magnetik di rest area tersebut. Terlihat digambar lapak tersebut sedang memutar video klip Gangnam Style dan di atasnya ada poster SNSD *tetep*. 

Banana Corn
Dan inilah snack yang saya beli, harganya aga lupa berapa tepatnya kira-kira sekitar 1500-2000 Won. Saya memilihnya karena agak berbeda dengan yang lain, dan cukup berat secara fisik. Benar saja ketika dibuka isinya super banyak dan rasa pisangnya begitu terasa, itu berlaku juga bagi snack lain yang dibeli Angga. Sejak saat itu saya jadi berpikir, sepertinya snack di Indonesia itu mahal harganya, karena untuk harga yang sama di Indonesia hanya mendapat setengah isinya.
Di Adstars kami sudah difasilitasi makan untuk sarapan dan makan siang, sehingga lumayan menghemat pengeluaran selama 3 hari. Makanan untuk team Indonesia agak berbeda dengan yang lain karena berdasarkan request. tapi jika dilihat sepertinya makanan untuk Indonesia sedikit lebih mahal dari yang lain. Weekz..kimchi itu tidak enak (setidaknya jika tanpa daging).



Ketika makan malam biasanya kami membeli makanan instan di semacam mini market di lantai basement tempat kami menginap. Makanan yang kami beli antara lain Ramyeon atau semacam mie instan, nasi instan dan bubur instan. Meskipun tidak seistimewa makanan yang sebelum-sebelumnya secara rasa, setidaknya bisa menghilangkan lapar lah. Harganya bervariasi tapi seingat saya tidak sampai 3000 Won satu porsi, dan seperti biasa porsinya cukup banyak.


Makanan andalan saya ketika di Korea adalah Dunkin Donuts. Selain mudah ditemui, harganya terjangkau dan mengenyangkan. Di Indonesia setiap membeli Dunkin entah kenapa saya selalu merasa tidak puas baik dari rasa maupun harganya. Mungkin kareana Dunkin Donuts di Korea konsumen utamanya banyak yang anak-anak, menunya jadi lebih bervariasi dan murah. Awalnya saya membeli 3 biji makanan di dunkin, tapi karena selalu kekenyangan hari-hari selanjutnya saya cuma beli 2, itupun masih agak kekenyangan. Satu biji donut atau makanan sejenis harganya sekitar 1000-2000 Won tidak termasuk minum. Di hari terakhir saya di Korea malah melihat menu Banana Monkey (atau apa saya lupa) seharga 2000an Won yang isinya banyak, meski bentuknya tidak menarik. Sayang tidak ada foto yang representatif.

sisa-sisa dunkin
Untuk minum, paling mudah membelinya di Vending Machine, dimanapun tempatnya harga minuman tetap sama selama membeli di Vending Machine. Coca-cola kaleng standar, harganya sekitas 900 Won, Harga untuk minuman isotonik, jus buah atau minuman rasa buah biasanya lebih mahal sekitar 1000-1800an Won. Kalau sedang tidak ada vending machine biasanya saya membeli Powerade seharga 1500 Won di Sevel. Kalau di Indonesia harga minuman di vending machine justru lebih mahal daripada di mini market itupun jumlanya sangat sedikit dan saya baru melihat di Jakarta. Sementara di Korea kebalikannya, dan lebih mudah menjumpai vending machine dibanding mini marketnya.


Sebenarnya masih banyak makanan murah dan mengenyangkan di Korea, baik Busan atau Seoul. Seperti Kimbab, nasi yang digulung dengan rumput laut. Harganya sekitar 1000 Won, waktu itu yang tersisa hanya isi daging babi jadi saya tidak membelinya. Kalau kalian punya banyak waktu untuk jalan-jalan menelusuri sudut kota, masih banyak makanan khas Korea yang lebih enak dan mungkin lebih murah. Kalau boleh membandingkan, standar harga makanan di Korea mirip-mirip lah dengan makanan di Jakarta.

0 comments:

Posting Komentar