Ketika tulisan ini mulai dibuat saya sedang duduk di Perpustakaan Fisipol UGM bagian Referensi, suatu wilayah dimana para mahasiswa yang sedang berusaha keluar dari kampus ini berjuang. Ya, singkat cerita akhir bulan Februari lalu saya iseng mencoba memasukkan Proposal Penelitian Skripsi. Awalnya saya mendapat info bahwa sebentar lagi akan ada rapat jurusan untuk membahas proposal-proposal yang masuk. Karena berpikir ini mungkin sudah saatnya dan jika menunda lagi entah kapan saya akan memulai kewajiban ini, tanpa pikir panjang lagi saya mulai mengerjakan Form 1. Tanpa berharap begitu banyak mengingat saya sadar diri proposal saya dibuat tanpa konsultasi saya daftarkan proposal tersebut ke mas Bari. Dan singkat cerita lagi ternyata proposal saya diterima. Antara senang dan bingung ya sudahlah semua sudah terlanjur dimulai, mari kita selesaikan secepatnya.
Sebagai angkatan 2008, mungkin saya terhitung agak terlambat memulai mengerjakan skripsi. Malas? sepertinya berbohong kalau saya bilang tidak malas. Tapi ada alasan yang lebih kuat mengapa saya baru memulai mengerjakan skripsi di tahun 2013 ini, "Tidak Bisa Fokus Lebih Dari 2 Hal". Di tulisan-tulisan saya sebelumnya, saya pernah mengatakan bahwa saya sulit membagi fokus lebih dari satu hal. Tapi seiring berjalannya waktu, titik fokus yang bisa saya tangani bertambah satu.
Ketika kelas 3 SMA, seorang guru Ekonomi dan Akuntansi berpesan disuatu kelas disemester akhir, "Jangan karena masuk UGM itu susah trus dipuas-puasin dulu ada di UGM" oke mungkin tidak sama persis seperti itu tapi konteks, topik dan objek yang dibahas kira-kira seperti itu. Awalnya saya juga tidak paham alasan kenapa ada juga mahasiswa mau berlama-lama kuliah dan sebelum diterima di UGM pun saya sudah berniat akan menjadi salah satu mahasiswa lulusan tercepat dengan IPK cumlaude. Oke, sampai saya lulus SMA saya masih terdoktrin bahwa nilai yang tinggi dan lulus cepat tanpa hambatan di lembaga pendidikan terbaik adalah segalanya. Terbukti dari sebelum saya duduk di pendidikan formal terendah seperti TK pun saya sudah bercita-cita masuk UGM. Kemudian lulus SD masuk SMP terbaik, lulus SMP masuk ke SMA terbaik berdasarkan nilai kelulusan. Ya memang saya akui nilai saya sejak naik ke kelas 3 SD tidak pernah berada di golongan tertinggi maupun terendah, biasa-biasa saja. Kepercayaan tersebut masih saya bawa sampai semester 1 karena IPK saya jauh diatas ekspektasi saya, dan akhirnya mulai memudar di semester 2 akhir setelah berkenalan dengan "realita" hahahaha.
Awal semester tiga saya mulai menyadari bahwa apa yang saya kejar selama ini sepertinya ada yang salah. Oke, saya sudah mendapatkan Komunikasi UGM dan saya semakin kagum dengannya ketika saya sudah menjalani sebagai mahasiswa Komunikasi UGM. Dan saya juga sudah mendapat IPK di atas rata-rata meski tidak bisa disebut cumlaude karena kurang nol koma nol sekian. Tapi ternyata saya menyadari bahwa banyak hal yang saya lewatkan karena mengejar "prestasi" yang ternyata tidak seberapa besar dan mungkin hanya akan "membanggakan" setidaknya sampai hari wisuda tiba. Menyadarinya di semester 3 adalah antara moment yang tepat dan tidak tepat. Tepat karena ya disinilah kuliah komunikasi benar-benar dimulai, tidak tepat karena saya sudah terlanjur terjebak dalam "kesibukan" di kampus.
Kembali ke tahun 2013, beberapa detik setelah pengumuman Form 1 ditempel, seketika itu juga saya bingung tentang apa yang harus dilakukan. Oke, saya tahu saya harus menyelesaikan kewajiban ini secepatnya, tapi setelah itu apa? Tahun 2013 saya awali dengan optimisme yang tinggi setelah mendapati 2012 ternyata adalah tahun yang mengagumkan. Di awal tahun 2013 juga saya mendapatkan beberapa pekerjaan yang lumayan bisa menutup utang akibat kenekatan saya di tahun 2012 dan mencukupi beberapa kebutuhan lain. Mungkin karena itulah saya dengan PD nya menghapus Jakarta dalam roadmap beberapa tahun ke depan, bahkan sampai pada titik "phobia" Jakarta.
Tahun 2011 lalu saya sempat berkeiinginan untuk mencoba mengukirkan nama di dunia periklanan nasional setidaknya di angkatan saya, seumuran saya. Dan berkat bantuan serta dukungan teman-teman, setidaknya mimpi tersebut berhasil tercapai dengan terlibat dalam beberapa festival dan kompetisi periklanan nasional. Di akhir tahun 2011 akibat tergoda dengan capaian seorang teman di kota sebelah, dengan nekat saya menggambarkan luar negeri dalam peta saya di tahun itu. Setidaknya nama saya tersebut lah di luar Indonesia meski belum menjadi yang terbaik karena saya juga sadar diri. Ternyata Tuhan menyutujui gambaran peta saya, bahkan lebih dari yang saya rancang. Kembali lagi ke tahun 2013 dan kebingungan saya, setelah skripsi ini selesai mungkin saya akan menjalankan rencana nekat saya bersama Ijah, Yogi, dan Cahya yang sempat tercetus Januari kemarin. Setelah itu, jika memang masih diberi kesempatan mengerjakan pekerjaan saya sekarang mungkin saya masih akan mengerjakannya dan mengerjakan beberapa project di Jogja. Tapi selanjutnya apa?
Jika sebelum-sebelum ini dengan sedikit mudah saya menjawab, "mungkin ke Jakarta" atau "ke Jakarta dulu lah sebentar" akhir-akkhir ini pasti selalu ada pertanyaan dalam hati ketika mendengar pertanyaan, "kalau udah lulus mau kemana?" atau sebuah ajakan dari Ijah, "Tahun depan ke sini yuk!" pasti akan ada pertanyaan dalam hati, "you sure where you are and what you do in 2014?"
Pernahkah kalian bermain game RTS semacam Rise of Nations dan Age of Empire? Jika kita memulai game tersebut, peta dalam game tersebut benar-benar gelap hitam kecuali daerah dimana kamu berada dan daerah yang kamu kerjakan. Dimana wilayah musuh, di utara ada apa, di timur ada apa kita benar-benar tidak tahu. Mungkin di beberapa misi peta tersebut masih semi terlihat, kita tahu musuh kita siapa dan dimana tapi belum tahu lewat jalan mana kita berjalan. Nah seperti itulah gambaran tahun 2013 dan 2014, gelap tak tahu apa-apa dan gambaran kedua tepat seperti tahun-tahun sebelumnya.
Oke, mungkin tidak benar-benar blank tanpa gambaran, tapi ada beberapa peta yang ingin saya masukan hanya saja sedikit takut dan kurang yakin, meski pada akhirnya akan saya tambahkan juga. Pertama saya ingin merasakan bekerja di luar negeri sekitar 5-6 tahun setelah itu mungkin pindah ke negara lain atau kembali ke Indonesia. Kedua saya punya mimpi untuk menginjakan kaki di 21 negara sebelum berumur 30 tahun, dimana saja? entahlah. Ketiga saya bercita-cita untuk kembali (entah dari manapun) dan menghabiskan sisa hidup di tanah dimana saya dilahirkan dan dibesarkan dan membagi semua ilmu yang saya dapat di tempat itu. Pernah membaca sebuah quotes yang berbunyi kurang lebih seperti ini "ketika mimpi yang kau buat tidak membuatmu takut, berarti mimpi tersebut tidaklah cukup besar" dan ya, hidup ini hanya sekali dan terlalu singkat untuk tidak mempunyai mimpi yang besar.
Menurutku masa yang paling nyaman dan menyenangkan justru mungkin adalah saat-saat menjadi mahasiswa "tua" seperti ini. Masa dimana tidak terlalu dipusingkan dengan banyaknya tugas kuliah, punya banyak waktu bermain, membuat project-project selo, punya penghasilan yang cukup, tidak punya tanggungan harus menghidupi siapapun, tanpa ada tekanan yang terlalu berarti. Ya, sepertinya saya sedang terjebak dalam zona nyaman. Sebuah zona atau masa yang tanpa sadar telah saya ciptakan sendiri.
Meski demikian saya masih percaya bahwa terlalu lama berdiam di sebuah zona nyaman, sangatlah tidak baik. Dan ketika sudah punya zona nyaman, sudah saatnya keluar dan membuat zona nyaman baru, yang belum nyaman atau sama sekali tidak nyaman. Karena keluar dari zona nyaman yang lama dan membuat lagi zona nyaman lain yang baru berarti kita berpindah ke level selanjutnya yang mungkin lebih tinggi dan dari situlah kita berproses, upgrade dan update. What next?
0 comments:
Posting Komentar